Sambil Meneteskan Air MAta "Bukan Tdk Mau Sarapan Tapi Tidak Ada Beras Dirumah" Kata Siswi SMP Ini

Sakit di Sekolah, Siswi Pintar Aceh: Ayah Tak Punya Beras, Saya Kelaparan

Putri Dewi Nilaratih. 
Setelah diberi makan, guru dan teman-temannya menyarankan supaya lain kali Putri sarapan sebelum ke sekolah. Saran tersebut membuat air mata Putri menetes."Di lokasi tinggal tidak terdapat beras."
Suara.com - Ketika tidak sedikit pejabat negara yang tertangkap tangan KPK karena sangkaan korupsi atau masih berkeliaran, maka simaklah ini: Putri Dewi Nilaratih.

Putri Dewi tampak pucat, lesu, dan keringat dingin mengucur pada wajahnya. Pelajar SMP 4 Peureulak, Kabupaten Aceh, ini tidak mengeluh.

Namun, teman-temannya menyaksikan Putri sedang menyangga sakit. Dan benar, Putri sakit. Perutnya lapar. Sejak Rabu (7/8.2019) pagi, murid berusia 14 tahun ini, belum makan.

Setelah diberi makan, guru dan teman-temannya menyarankan supaya lain kali Putri sarapan sebelum ke sekolah.

Mendengar saran itu, air mata Putri menetes.

"Di lokasi tinggal tidak terdapat beras…" ujarnya pelan.

Putri menghapus air matanya menggunakan kain jilbab yang tampak kumuh.

Putri siswa yang baik. Berdasarkan keterangan dari gurunya, nilai latihan Putri di atas rata-rata dan rajin ke sekolah. Selama ini, Putri tidak pernah menceritakan kendala yang dialaminya.

Dia memilih diam dan tekun belajar. Setelah diberi santap oleh sekolah, remaja malang inipun diantar pulang.

Media online Aceh, Modusaceh.co yang dilansir Antara, Sabtu (10/8/22019), berempati terhadap situasi Putri.

Mahyuddin, jurnalis media tersebut, mencari rumah Putri di Dusun Tualang Masjid Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur.

Rumah tersebut sangat sederhana, berdinding triplek dan papan. Atapnya daun rumbia, dapurnya bocor dan lapuk. Putri, anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya Suparno, ibunya Mariani.

Ayahnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Bagi menafkahi anak-anak dan istrinya, Suparno terkadang ke Banda Aceh, bekerja apa saja. Menjelang Idul Adha, Suparno kembali sebentar dan nanti pergi lagi menggali nafkah.

Mengakhiri laporannya, Mahyuddin menyuruh pembaca merenung, "Menjelang 74 Tahun Kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan untuk sejengkal perut juga masih paling susah diraih oleh beberapa rakyat di pelosok negeri ini."

Selesai menyimak laporan jurnalistik ini, saya termenung lama. Ironi di negara merdeka—negara yang disusun dengan destinasi memajukan kesejahteraan rakyat.

Putri pasti tidak sendiri. Kemiskinan sudah menjadikan anak-anak—yang seharusnya bukan lagi memikirkan sesuap nasi—terpelanting ke sudut sempit.

Mereka tidak berkata-kata, bahkan tidak mengeluh. Mereka menerima seakan itulah kehidupan yang mesti dijalaninya: siang makan, malam belum tentu.

Di beda sisi, simaklah berita ini: KPK menciduk tangan sebelas orang diperkirakan bersangkutan suap impor bawang putih. Sebanyak Rp 2 miliar dan sebanyak uang dolar AS disita.

Berdasarkan keterangan dari KPK, duit itu diperkirakan untuk Nyoman Dharmarta, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan.

Pekan lalu, KPK menciduk tangan lima orang usai transaksi sangkaan suap proyek di Angkasa Pura (AP) ll. KPK menyita duit SGD 96.700 dari staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti).

Salah satu yang diciduk tangan tersebut ialah Direktur Keuangan AP II Andra Y Agussalam. Andra sekarang jadi terduga suap.

Dua peristiwa tangkap tangan dalam masa-masa yang berdampingan itu, menyatakan mereka menculik uang rakyat, bukan sebab lapar.

Gaji yang mereka terima dari negara, jauh lebih dari lumayan untuk makan. Keserakahan yang menjadikan mereka lapar seperti meminum air laut, mereka masih dahaga.

Dalam hotel-hotel berbintang, pesta santap malam, orang-orang melulu makan sedikit supaya terlihat beretiket.

Mereka menunaikan sangat mahal guna gengs yang mereka sebut sebagai martabat. Mereka begitu mudah melemparkan uang, barangkali semudah mendapatkannya.

Tapi, tidak untuk rakyat. Di tengah perkembangan ekonomi 5 persen ketika ini, gelombang pemutusan hubungan kerja mulai terjadi di sekian banyak  perusahaan besar, maka kemiskinan laksana akan menyergap, pelan.

Kesulitan demi kendala akan silih berganti. Tidak seluruh dapat menyangga lapar, laksana Putri Dewi Nilaratih. Remaja Aceh ini melulu diam, tidak mengeluh.

Dia tidak mempedulikan tubuhnya bergetar menyangga lapar, wajahnya pucat, dan berkeringat. Putri tidak meminta, tidak memungut yang bukan haknya. Dia diam menyangga pilu.