Wiratuya Kanjeng Sunan Giri Pada Ki gede Pemanahan, Runtuhnya Pajang

Jauh sebelum akan tiba waktunya, sesungguhnya sunan Giri sudah meramal bahwa Sutowijoyo ( anak ki Ageng Pemanahan), bakal menjadi raja besar di Bhumi Mataram. 



Peristiwa penghadapan Sunan Giri di Japanan (Mojokerto). Sultan Hadiwijaya selaku penguasa Pajang, para adipati, bupati se Tanah Jawa anggota timur hadir.

Kewalian giri dikitari sawah membentang nan luas. Pepohonan tua dikanan kiri jalur tingkatkan keadaan rindang dan mententramkan.

 Mereka datang di Pendopo  Agung yg berdiri megah terbuat dari kayu jati berukir. Pada waktu Kanjeng Sunan Giri nampak ke Pendopo.

 Sultan Hadiwijoyo segera bersimpuh di kaki beliau yang suci. Setelah jangkep seluruh Bupati, lurah prajurit dan santri2 dan juga para tamu lainnya duduk berbaris rapi, Kanjeng Sunan berkata;

“ Tingkir anakku…. Mendekatlah kemari ngger “

“ sendiko Kanjeng Sunan “

“ seluruh yang datang disini, saksikanlah ! saya sudah mengijinkan Joko Tingkir anakku menjadi Sultan membawa amanat dari negeri Demak. Kuizinkan pula kamu membawa memindahkan Tahta Demak  ke Pajang .

 jadilah kamu penguasa seluruh jawa, Kholifatulloh Sayidin Panotogomo. Saksikanlah seluruh yang datang di sini anakku ku beri gelar : Hadiwijoyo .”
Para bupati, lurah prajurit dan seluruh hadirin saur manuk. Forum ini merupakan forum petunjuk (nasehat), siraman rohani dari Sunan Giri kepada seluruh elite politik Jawa waktu itu. 

Di samping itu, Sunan Giri termasuk mengimbuhkan ajaran ilmu tata negara, ilmu kanuragan, ilmu kebatinan (tasawuf/filsafat) dan ilmu peperangan.

Lalu para hidangan disediakan oleh para juru ladi. Dan seluruh yang datang nikmati momen kembul bujana itu, karena dinanti-nanti berkahnya.( berkah makanan yang disediakan wali ). 

Pada waktu nikmati makan dengan itu, Sunan Giri lihat ada seorang yang  terkhir kali mengambil makanan. Sang Sunan yang  wiku tidak samar bakal sinar yang  memancar terang dari mukanya. Lantas Kanjeng  Sunan dengan pelan kepada Sultan.

“ putraku… siapakah anak buahmu yang makan terakhir kali itu ? siapa namanya ?”
“ teman hamba Kanjeng Sunan, namanya Pemanahan. ‎
“ panggilah ke sini ! ia pantas duduk berjajar dengan siswaku para Bupati .”
“ baik Kanjeng Sunan “

Setelah Pemanahan duduk dengan para Bupati, Kanjeng Sunan Giri berbicara sambil menepuk punggung Ki Pamanahan.

Di depan forum, berwirayatuya-lah Panembahan Sunan Giri bahwa kelak anak turunan Pamanahan bakal menjadi raja Tanah Jawa. Bahkan, Giri pun kelak bakal takluk terhadap kekuasaannya.

Pamanahan segera menjadi pusat perhatian. Para adipati dan bupati seolah-olah mengamini wirayatuya tersebut. Tapi tidak dengan Sultan Hadiwijaya. Raut mukanya menjadi berubah. 

Melihat perubahan tersebut, Sunan Giri melanjutkan bahwa itu sudah takdir Allah. Yang menolak wirayatuya berikut bakal kena bilahi (bencana, musibah).‎

Ki Ageng Mataram kaget tersentak saat itu juga itu beliau  bersembah. Dan matur

“ semoga sabda Paduka Kanjeng Sunan dikabulkan . mudah-mudahan wahyu itu amat berjalan atas kemauan Alloh. Izinkanlah hamba mempersembahkan keris ini kepada paduka sunan Giri “

“ eh..heeh. saya menerima persembahanmu Ki Mataram. Akan tetapi, terimalah lagi Keris ini sebagai hadiah ku kepadamu. Karena Pusaka ini pusaka Wahyu yang cuma untuk Pegangan seorang Raja“

“ sembah nuwun, Kanjeng Sunan. “

Semua yang datang amat terpesona dengan Kyai Pemanahan. Sultan Hadiwijoyo terdiam dan terpaku dengan momen yang berjalan dihadapan nya. 

Kemudian Sunan Giri menghendaki dibuatkan sebuah telaga pemandian kepada seluruh yang hadir. Seluruh siswa, lurah prajurit patuh. Meraka seluruh buat persiapan peralatan dan segera sebabkan telaga. 

Beberapa hari kemudian, telega berikut selesai dibuat dan diberi nama “ telaga Patut “. Sultan para tamu diizinkan lagi pulang ke Pajang.‎

Sepulang dari acara penghadapan, Kasultanan Pajang mengadakan rapat mendadak. Sultan Hadiwijaya menyatukan elite politik Pajang. 

Pangeran Benawa, Patih Mancanegara, Tumenggung Wila, Tumenggung Wuragil mengajukan pendapat untuk menghancurkan Mataram, tapi Hadiwijaya mencegahnya. Sultan Pajang itu sepertinya was-was dengan kutukan Sunan Giri bakal bencana terkecuali melawan wirayatuya di Japanan itu