SIAPA DALANG PEMBRONTAKAN TERHADAP MAJAPAHIT

MEREKA yang dinamakan pemberontak adalahorang terdekat raja. Pahlawan kerajaan yang berjasa menemani Wijaya membina Majapahit. Sejak Wijaya dinobatkan menjadi raja kesatu di Wilwatikta pada 1293 M, terjadi dua pemberontakan: Ranggalawe pada 1295 M dan Lembu Sora lima tahun kemudian. 

Setelah Jayanagara naik takhta menggantikan Wijaya pada 1309 M, tiga penentangan menyusul: Nambi (1316 M), Semi (1318 M), dan Kuti (1319 M).

Serat Pararaton dan Kidung Sorandaka mengemukakan tokoh Mahapati sebagai biang kerok kerusuhan itu. Berdasarkan keterangan dari Pararaton semua penentangan itu dampak fitnah dan adu kambing Mahapati.

Siapakah Mahapati?

Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit menuliskan bisa jadi tokoh Mahapati dalam sejarah. Dalam Prasasti Sidateka (1323 M) ada nama patih Majapahit yang belum pernah dikenal sebelumnya. Di sana terbaca rake tuhan mapatih ring majapahit, dyah Halayudha dengan kata lain “Dyah Halayudha ialah patih Majapahit bergelar rakai.”

Tahun prasasti mengindikasikan sang patih berada dalam pemerintahan Jayanagara yang wafat pada 1328 M. Artinya, prasasti itu diciptakan lima tahun sebelum raja wafat. Dia menjabat sesudah Nambi binasa dalam pemberontakan. Karenanya Slamet Muljana mengasumsikan Mahapati ialah Patih Halayudha.

Sementara itu, Kidung Sorandaka menjelaskan bahwa Mahapati tetap tak menemukan keinginannya sampai akhir walau sudah berjuang keras menempuh teknik apapun untuk dapat menjadi patih amangkubhumi. Setelah Nambi tewas, dia menerima perintah guna datang ke istana. Dia mengira akan diusung sebagai patih menggantikan Nambi.

 Ternyata, perkiraannya meleset. Raja yang menangisi kematian sahabat-sahabatnya yang sangat setia memahami intrik Mahapati. Dia pun disangga lalu diantar ke makam di luar kota guna dibunuh.

Namun, kidung tersebut juga menyatakan bahwa siasat Mahapati sukses meredam penentangan Nambi dan Wirajaya. Ditambah lagi, dia telah menjadi keyakinan raja. Melihat penjelasan itu, menurut keterangan dari Slamet Muljana bukan tak dapat sepeninggal Nambi, dia menjadi sosok urgen dalam pemerintahan dan menggantikan Nambi.

“Tak mengherankan kalau Mahapati Dyah Halayudha dalam Prasasti Sidateka sama dengan figur yang dinamakan oleh penulis Pararaton dan Kidung Sorandaka sebagai Mahapati,” tulis Slamet.



Kendati begitu, Slamet Muljana pun mempertanyakan sejauh mana peran Mahapati. Dia seakan hadir tiba-tiba dalam pemerintahan Kertarajasa. Sebelumnya, Mahapati tak dikenal salah satu nama pejuang Singhasari maupun Majapahit. Misalnya, saat melawan tentara Tartar (Mongol).

“Nama Mahapati mencurigakan. Nama tersebut biasa juga dipakai sebagai nama jabatan patih amangkubhumi,” tulis Slamet Muljana.

Berdasarkan keterangan dari Slamet Muljana andai fitnah tersebut benar terdapat dan dilaksanakan Mahapati, dengan kata lain Ranggalawe, Lembu Sora, Nambi, Semi, dan Kuti sebetulnya bukan pemberontak. Sebaliknya, andai Mahapatih ialah tokoh yang sekadar ditambahkan sebagai dalil terjadinya susunan pemberontakan, dengan kata lain mereka memang dalang pemberontakan. Alasannya? dapat jadi sebab ketidakpuasan pada pemerintahan yang sedang berlangsung.



N.J. Krom, berpengalaman sejarah Jawa dan purbakala, berasumsi Mahapati ialah dongengan yang ditambahkan oleh penulis Pararaton untuk menyatakan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di mula berdirinya Majapahit.

Slamet Muljana pun mencurigai penggambaran raja yang terus-menerus bersikap naif. Dia juga memandang peran Mahapati sebagai dongengan yang baru ditambahkan kemudian. Tambahan ini guna menjelaskan kenapa pada mula pertumbuhan kerajaan Majapahit tidak sedikit muncul pemberontakan. Heran melihat tidak sedikit pemberontakan, penulis Pararaton juga mencoba menyerahkan penjelasan, yaitu barangkali ada fitnah yang ditebar oleh seseorang, dalam urusan ini Mahapati.

"Jika tersebut benar, maka dalam penulisan sejarah Jawa yang sedang mulai berkembang itu, kita mengejar unsur rasional sebagai keterangan peristiwa sejarah," tulis Slamet Muljana.

Penyebab Pemberontakan

Keraguan tersebut mungkin dapat digambarkan dengan menyaksikan bagian kedua Kidung Ranggalawe. Kisahnya sejalan dengan Pararaton, khususnya dalam urusan penceritaan penentangan Ranggalawe. Namun, di kidung tersebut tak dilafalkan tokoh Mahapati.

Kidung tersebut justru menyerahkan alasan, bila Ranggalawe tak puas dengan pelantikan Nambi sebagai patih amangkubhumi. Pemberontakan Ranggalawe terjadi dampak kritiknya yang melukai kebesaran raja.

Kalaupun Mahapati dinamakan sebagai biang kerok dalam Kidung Sorandaka, penyerangan tentara Majapahit terhadap Lembu Sora sebenarnya lumayan beralasan. Majapahit memegang benar undang-undang Kutaramanawadharmasastra. Pasal astadusta menuliskan barang siapa membunuh mesti dijatuhi hukuman mati. Dan Lembu Sora sudah membunuh Kebo Anabrang yang berjasa menumpas penentangan Ranggalawe.



Bagaimana dengan penentangan berikutnya? Sebagaimana dinamakan Nagarakrtagama dan Pararaton, penentangan Nambi terjadi saat Wijaya telah tak berkuasa. Singgasana Majapahit diduduki putranya, Jayanagara.

Adapun Semi dan Kuti sebelumnya tergolong dalam tujuh orang dharmaputra. Mereka ialah abdi dalem wineh suka atau yang diberi keistimewaan. Berdasarkan keterangan dari Slamet Muljana, Semi, Kuti dan lainnya menyelenggarakan komplotan guna membunuh sang raja.

“Pasti komplotan tersebut telah direncanakan saat raja Jayanagara tengah menumpas penentangan Nambi dan Wiraraja,” catat Slamet.

Jayanagara, oleh rakyat atau penulis Kidung Ranggalawe dan Pararaton dijuluki Kala Gemet. Slamet Muljana menjelaskan, kata kala berarti penjahat. Ini berisi definisi antipati rakyat atau semua pengarang terhadap Jayanagara.

“Antipati tersebut mungkin diakibatkan kelakuan tak senonohnya terhadap dua putri keturunan Gayatri dan Tribhuwana,” tulis Slamet Muljana.

Sementara kata Gemet ialah bentuk yang berubah dari kata genet dan gamut yang rtinya, lemah. Pararaton menyinggung Jayanagara tidak sedikit menderita sakit.

“Demikianlah Kala Gemet ialah nama paraben yang berisi makna ‘penjahat yang lemah’,” tulis Slamet Muljana. Dengan demikian, penentangan di mula pemerintahan Majapahit dapat saja sebab rakyat tak puas untuk pemimpinnya.