SEJARAH RUNTUHNYA MAJAPAHIT

Dinyatakan runtuh, namun masih eksis. Para pakar bertolak belakang pendapat soal keruntuhan Majapahit.
Risa Herdahita Putri
28 Mar 2018, 12:11
facebooktwitterlinewabbmemail
Polemik Keruntuhan Majapahit
Reruntuhan Candi Menakjingga, Trowulan. Litografi karya Auguste van Weissenbruch (1852). Foto: KITLV.




SAMPAI kini masih tidak sedikit yang percaya berita tradisi bahwa Kerajaan Majapahit runtuh pada 1400 saka (1478 M). Keruntuhannya diputuskan dalam candrasengkala sirna ilang kertaning bhumi.

Pembahasan soal keruntuhan Majapahit masih belum selesai hingga kini. Arkeolog Hasan Djafar menyinggung bukti-bukti sejarah menunjukkan kerajaan tersebut masih terdapat sampai sejumlah tahun kemudian.

“Sumber sejarah Majapahit akhir yang ada paling sedikit jumlahnya. Di samping itu, sumber-sumber yang terdapat tidak tidak sedikit memberikan keterangan,” tulis Hasan dalam Masa Akhir Majapahit.

Thomas Stamford Raffles, di antara yang menyokong pendapat keruntuhan Majapahit pada 1400 saka. Dalam The History of Java, dia menyinggung Majapahit diruntuhkan Demak pada 1400 saka (sirna ilang kertaning bhumi) menurut Serat Kanda.

Sejarawan Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara mengaku hal senada dengan Raffles. Majapahit sirna pada 1400 saka dampak gempuran Demak. Pendapatnya menurut berita-berita tradisi dan resume laporan Residen Poortman mengenai naskah kronik Cina dari Kelenteng Sam Po Kong Semarang dan Kelenteng Talang Cirebon.

Di luar itu, masalah ini pun memancing tidak sedikit pendapat lain. P.J. Veth, profesor geografi dan etnologi dari Belanda, berasumsi Majapahit baru runtuh setelah 1410 saka (1488 M). Dalam Java: Geographisch, Ethnologisch, Historisch (1875-1882), Veth menuliskan sejumlah permasalahan Majapahit Akhir, terutama mengenai Girindrawarddana. Di antaranya, dia menggunakan sumber Prasasti Girindrawarddhana yang dikeluarkan pada 1408 saka (1486 M).

Pada 1899, G.P. Rouffaer dalam Wanneer is Madjapahit Gevallen? pun secara panjang lebar mengupas masalah keruntuhan Majapahit. Dia berasumsi kerajaan tersebut tumbang antara 1516 dan 1521, yakni sekira 1518.

Kemudian sejarawan Belanda, N.J Krom berasumsi Majapahit masih berdiri hingga 1521. Bahkan, menurut temuan prasasti tembaga dari wilayah Malang, Prasasti Pabanolan (1463 saka atau 1541 M), Krom berasumsi Majapahit masih terdapat pada 1541 M.

Lebih jauh, Krom tak setuju keruntuhan Majapahit sebab serangan koalisi wilayah Islam pesisir, yang dipimpin Demak. Menurutnya, Majapahit bubrah dampak serangan kerajaan Hindu lainnya dari Kadiri, yakni dinasti Girindrawarddhana. Dinasti ini lantas meneruskan pemerintahan Majapahit sampai sejumlah lamanya.

Arkeolog Belanda W.F. Stutterheim mengasumsikan Majapahit selesai antara 1514 dan 1528, yakni 1520. Itu dengan menyadari berakhirnya Majapahit tidak benar-benar diketahui pasti.

Adapun B.J.O Schrieke, indolog, etnolog, dan sejarawan Belanda, menyampaikan Majapahit runtuh pada 1468 M saat diserang oleh Bhattara ring Dahanapura dengan pertolongan raja-raja wilayah pesisir. Bhattara ring Dahanapura yang dimaksud tak lain ialah Bhattara I Klin atau Dyah Wijayakarana Girindrawarddhana yang meninggal pada 1396 saka (1474 M). Pada waktu tersebut raja Majapahit ialah Sinhawikramawarddhana.

Muhammad Yamin pun mengemukakan pendapatnya soal masalah akhir Majapahit. Menurutnya, Majapahit runtuh antara 1522 dan 1528, yakni sekira 1525. Pendapatnya menurut penjelasan penjelajah Italia, Pigaffeta, yang menyinggung adanya Majapahit (Magepaher) pada 1522.

Di samping itu, pendapat Yamin pun didasarkan pada penjelasan Joao de Barros, sejarawan Portugis, yang menyebut wilayah Panarukan mengirim utusan ke Malaka pada 1528. Dengan adanya perjanjian antara Panarukan dan Portugis pada 1528, Yamin menafsirkan bila pusat politik Majapahit telah tak terdapat lagi.

Sementara itu, Hasan Djafar percaya bila 1400 saka lebih masuk akal bila diartikan sebagai peristiwa perebutan takhta Majapahit oleh Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya terhadap Bhre Krtabhumi. “Dalam penyerangan itu, Bhre Krtabhumi gugur di kadaton dan Ranawijaya sebagai pewaris sah sukses menguasai pulang Majapahit,” kata Hasan.

Berdasarkan keterangan dari Hasan, di samping prasasti Raja Girindrawarddhana (1408 saka), bukti beda yang menguatkan Majapahit masih lama berdiri yakni pembangunan lokasi keagamaan bercorak Hindu di lereng Gunung Penanggungan pada masa Ranawijaya antara 1408-1433 saka (1486-1511 M).

Hasan menjelaskan, antara 1518 dan 1521, terjadi pergeseran politik di Majapahit yakni beralihnya penguasaan Majapahit ke tangan Adipati Unus yang memerintah di Demak. Hal tersebut menurut perkabaran Pigafetta pada 1522 bahwa Pati Unus ialah raja Majapahit yang paling berkuasa saat masih hidup.

“Pati Unus meninggal pada 1521. Jadi memang benar andai pada 1522 Pigafetta melafalkan Pati Unus sebagai penguasa Majapahit dengan ucapan-ucapan ‘ketika rajanya (Pati Unus) masih hidup’,” tulis Hasan.

Dengan dikuasainya Majapahit oleh Pati Unus, kerajaan ini juga kehilangan kedaulatannya. “Dengan demikian, pada 1519 guna sementara dirasakan sebagai ketika keruntuhan Majapahit,” ujar Hasan.

Namun, Hasan menambahkan, dengan berakhirnya Majapahit, bukan berarti seluruh bekas dominasi Majapahit menjadi Islam sesudah direbut Demak. Pasalnya, sampai abad 17, wilayah Blambangan masih menjadi dominasi Hindu.