Pesan Jeanne Mandagi, Jenderal Polisi Wanita Pertama di Indonesia

Wanita Jangan Cuma Menjadi Bunga Penghias Ruangan Kerja Saja!
Istilah Polwan (Polisi Wanita) barangkali tak asing di telinga orang Indonesia.

Istilah itu merujuk untuk anggota Kepolisian Republik Indonesia, lebih tepatnya merujuk untuk anggota wanita.

Namun pernahkah dengar cerita salah satu purnawirawan polisi perempuan ini?

Ya, Ia ialah polisi perempuan kesatu di Indonesia yang bergelar Jenderal.

Dilansir dari TribunManado.co.id, Jeanne Mandagi, perempuan kelahira Manado pada 2 April 1937 tersebut ialah polisi perempuan kesatu yang menyandang gelar Jenderal Polisi.

Jeane kecil ialah tamatan sekolah dasar dan menengah di SD dan SMP yang dikelola oleh biarawati Katolik Manado.

Ia melanjutkan studinya pada tahun 1952 dengan bersekolah di SMA Santa Ursula di Jakarta.

Selepas bangku SMA, berbekal kepintaran diatas rata-rata, Jeane muda masuk ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Jeane menuntaskan studi perguruan tingginya pada tahun 1963, dan dua tahun lantas ia menyimpulkan untuk meregistrasi sebagai anggota Polisi Wanita (Polwan).

Sejak tanggal 1 Desember 1965, ia sah menjadi anggota Polisi Wanita Republik Indonesia.

Tak puas dengan pencapaian disitu saja, ia lantas melanjutkan studinya dengan mengekor Kursus Peradilan Militer satu tahun setelah ia bergabung di kepolisian.

Atas kecemerlangannya, pada tahun 1966 atau selama empat bulan setelah mengekor Kursus Peradilan Militer, ia diusung menjadi Kepala Sekksi Hukum Polda Maluku.

Ia lantas mengecap sekian banyak  posisi dalam jajaran petinggi di Polda Maluku.

Tercatat ia pernah menjabat Asisten V, Oditur, dan Hakim Polri.

Kemudian pada 1970, ia pindah tugas di Polda Metro Jaya dan menjabat sebagai Kasi Binapta.

Dengan segepok pengalaman, ia akhirnya melaksanakan tugas sebagai Hakim Mahkamah Militer distrik Jakarta-Banten hingga tahun 1974.

Dalam urusan pendidikan, Jeane merasa masih paling kurang, ia menyimpulkan untuk mengekor kursus "United Nation Regional Course on the Control of Narcotics" pada 1974.

Satu tahun setelah mengekor kursus tersebut, ia yang mulai tertarik dalam hal pemusnahan narkoba lantas melanjutkan studi di Washington, Amerika Serikat.

Di sana ia memperdalam tentang Drug Law Enforcement.

Selepas dari pendidikannya di Amerika Serikat, pada Bulan Oktober 1976 ia dipindah tugaskan di bidang reserse narkotika Mabes Polri.

Di situlah karir keanggotaannya sebagai polisi perempuan mulai dianggarkan oleh tidak sedikit orang.

Ia sempat mengekor pendidikan Sekolah Komando (Sesko) ABRI dan pada tahun 1980, Jeanne Mandagi naik pangkat menjadi kolonel.

Jeanne Mandagi pernah melaksanakan tugas bahkan di tingkat Asia Tenggara sebagai ASEAN Narcotics Desk Officer pada kurun masa-masa 1985-1988.

Berturut-turut sesudah itu, ia menempati kursi petinggi kepolisian Indonesia.

Seperti Sesdit Bimmas Polri tahun 1989 (hanya 7 bulan), Kepala Divisi Humas Polri tahun 1989-1992.

Karena perhatian Jeanne yang mendalam terhadap pemusnahan narkoba, ia pernah dijadikan sebagai Koordinator Ahli di BNN.

Berbagai macam terobosan pun pernah ia kerjakan di kepolisian Indonesia.

Dia pernah menghasilkan perangkat empuk berupa tuntunan pelaksanaan tugas untuk jajaran Dispen Polri.

Menyelenggarakan rapat kerja teknis kesatu Dispen Polri se-Indonesia.

Bahkan perhatiannya terhadap pemusnahan narkoba pun membawanya untuk menegakkan sebuah pusat rehabilitasi pecandu narkotika mempunyai nama Yayasan Permadi Siwi.

Brigjen (Purn) Jeanne Mandagi menghembuskan nafas terakhir pada (7/4/17) di umur 80 tahun.

Ia menjadi wanita kesatu satu yang melaksanakan pangkat Jenderal Kepolisian RI.

Bahkan ia pun sebagai di antara pelopor pemusnahan narkoba tidak saja di tingkat Indonesia, namun pun Asia Tenggara.

Hal yang masih dikenang dari ucapan Jeane Madagi di mata publik tahun 90-an ialah saat ia di wawancarai di RRI Purwokerto yang pernah dilansir Harian Kompas edisi 2 September 1994.

Jeanne berkata, "Jangan hanya menjadi bunga penghias ruangan kerja saja".