Gus Dur, demikian panggilan akrab Abdurrahman Wahid tersebut, ialah sosok yang unik. Sosok multitalenta. Ia berpengalaman tafsir agama. Tapi, Gus Dur pun jago menjabarkan teori, serta ideologi lain laksana kapitalis dan komunis. Tulisannya berserak di sekian banyak media. Saat masih muda, Gus Dur memang dikenal sebagai kolumnis produktif.
Ada sebuah kisah menarik yang diceritakan Goenawan Mohammad, pendiri Majalah Tempo. Goenawan masih ingat, saat Gus Dur suka menyumbang artikel ke Majalah Tempo. Ketika itu, Gus Dur kerap mencatat di kantor Tempo yang lama, di bilangan Senen, Jakarta Pusat.
Saking produktifnya, sehingga menurut keterangan dari Goenawan, pihak Tempo meluangkan meja khusus untuk Gus Dur. Meja mengandung mesin tik itu, disediakan khusus untuk Gus Dur guna mengetik artikelnya. . Tidak terdapat yang boleh menganggunya. Setiap datang, Gus Dur, selalu mengarah ke meja itu. Duduk, langsung asyik mengetik.
Bila selesai, ia akan membawa hasil ketikannya. Goenawan masih ingat, setelah memberikan hasil ketikannya, Gus Dur pun sekaligus meminta honornya. Jadi, artikel belum dimuat, Gus Dur telah mengijon honornya.Cerita unik lainnya mengenai Gus Dur diceritakan sahabat dekatnya KH Mustofa Bisri atau biasa dikenal dengan panggilan KH Gus Mus. Ya, Gus Mus paling dekat dengan Gus Dur, tidak saja karena masih terbelenggu kekerabatan, namun Gus Mus dan Gus Dur, pernah kuliah bersama di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Bahkan di sana, Gus Dur dan Gus Mus satu lokasi kontrakan.
Kyai Gus Mus masih ingat satu kelaziman sahabat dekatnya itu. Katanya, Gus Dur, sepanjang hidupnya tak pernah punya dompet. Pun, saat Gus Dur jadi tokoh. Jadi, masing-masing dapat uang, tak pernah ditabung di dompet. Bahkan,kalau terdapat yang minta, atau pinjam uang, dengan gampangnya Gus Dur menyerahkan semua uangnya.
“Gus Dur tersebut enggak pernah punya dompet. Saya walau telah dipanggil Almukarom masih punya isi kantong dua. Satu isi kantong untuk menyimpan rupiah, satunya lagi menyimpan dolar, ha, ha. Nah, Gus Dur ini enggak punya dompet. Waktu dia di di RSCM, dia ngutang. Nangis aku memahami itu,” tutur Kyai Gus Mus mengisahkan sahabat karibnya tersebut yang tak pernah mempunyai dompet.
Gus Dur itu, kata Kyai Gus Mus, paling dermawan. Misalnya, bila dapat honor sebagai pembicara, dananya cepat habis. Entah diberi ke orang, atau guna ngutangi orang. Jadi masing-masing ada yang meminta tolong untuk Gus Dur, tentu akan ditolong. Termasuk membantu dengan menyerahkan uang yang dimilikinya. Karena kedermawanannya itulah dana yang diterima Gus Dur, tak pernah tersimpan di dompet.
Disamping Gus Dur, sepengetahuan Kyai Gus Mus, memang tak pernah mempunyai dompet.Jenderal Purnawirawan TNI Luhut Binsar Pandjaitan pun punya kisah serupa. Luhut masih ingat, saat ia masih jadi Duta Besar di Singapura di era Presiden Habibie. Ketika itu, ia mengundang Gus Dur guna jadi penceramah di suatu pertemuan yang dihadiri semua pengusaha. Usai jadi pembicara, ketika pulang, ia ‘menyangoni’ Gus Dur, amplop berisi duit sebagai honor pembicara.
Luhut yakin uang tersebut tak bakal lama di tangan Gus Dur. Sebab ia sudah tidak sedikit mendengar kelaziman Gus Dur, mudah memberikan uang untuk siapa juga yang meminta pertolongan kepadanya. Benar saja, ketika amplop tersebut diberikan, Gus Dur langsung menyerahkan ke orang yang menyertainya. “Jadi Gus Dur tersebut tak pernah pegang uang,” kata Luhut, saat mengisahkan mendiang Gus Dur di suatu acara mengenang wafatnya cucu pendiri NU itu, di Jakarta.
Begitulah, sekelumit cerita menarik mengenai Gus Dur, kyai yang jago membanyol tersebut. Kyai multalenta yang pernah dipunyai negeri ini. Kyai kesatu yang jadi Presiden RI. Kyai, yang kerap dinamakan sebagai bapak demokrasi Indonesia, sebab komitmennya yang tinggi terhadap proses demokrasi di Tanah Air. Kini, kyai hebat tersebut telah berpulang. Namun, sekian banyak jejak pemikirannya, serta kisahnya masih berbekas diingatan, terutama untuk mereka yang pernah ‘bergaul’ dekat dengan Gus Dur. Salah satunya mengenai Gus Dur yang seumur hidupnya tidak pernah mempunyai dompet, penyimpan uang.
Ada sebuah kisah menarik yang diceritakan Goenawan Mohammad, pendiri Majalah Tempo. Goenawan masih ingat, saat Gus Dur suka menyumbang artikel ke Majalah Tempo. Ketika itu, Gus Dur kerap mencatat di kantor Tempo yang lama, di bilangan Senen, Jakarta Pusat.
Saking produktifnya, sehingga menurut keterangan dari Goenawan, pihak Tempo meluangkan meja khusus untuk Gus Dur. Meja mengandung mesin tik itu, disediakan khusus untuk Gus Dur guna mengetik artikelnya. . Tidak terdapat yang boleh menganggunya. Setiap datang, Gus Dur, selalu mengarah ke meja itu. Duduk, langsung asyik mengetik.
Bila selesai, ia akan membawa hasil ketikannya. Goenawan masih ingat, setelah memberikan hasil ketikannya, Gus Dur pun sekaligus meminta honornya. Jadi, artikel belum dimuat, Gus Dur telah mengijon honornya.Cerita unik lainnya mengenai Gus Dur diceritakan sahabat dekatnya KH Mustofa Bisri atau biasa dikenal dengan panggilan KH Gus Mus. Ya, Gus Mus paling dekat dengan Gus Dur, tidak saja karena masih terbelenggu kekerabatan, namun Gus Mus dan Gus Dur, pernah kuliah bersama di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Bahkan di sana, Gus Dur dan Gus Mus satu lokasi kontrakan.
Kyai Gus Mus masih ingat satu kelaziman sahabat dekatnya itu. Katanya, Gus Dur, sepanjang hidupnya tak pernah punya dompet. Pun, saat Gus Dur jadi tokoh. Jadi, masing-masing dapat uang, tak pernah ditabung di dompet. Bahkan,kalau terdapat yang minta, atau pinjam uang, dengan gampangnya Gus Dur menyerahkan semua uangnya.
“Gus Dur tersebut enggak pernah punya dompet. Saya walau telah dipanggil Almukarom masih punya isi kantong dua. Satu isi kantong untuk menyimpan rupiah, satunya lagi menyimpan dolar, ha, ha. Nah, Gus Dur ini enggak punya dompet. Waktu dia di di RSCM, dia ngutang. Nangis aku memahami itu,” tutur Kyai Gus Mus mengisahkan sahabat karibnya tersebut yang tak pernah mempunyai dompet.
Gus Dur itu, kata Kyai Gus Mus, paling dermawan. Misalnya, bila dapat honor sebagai pembicara, dananya cepat habis. Entah diberi ke orang, atau guna ngutangi orang. Jadi masing-masing ada yang meminta tolong untuk Gus Dur, tentu akan ditolong. Termasuk membantu dengan menyerahkan uang yang dimilikinya. Karena kedermawanannya itulah dana yang diterima Gus Dur, tak pernah tersimpan di dompet.
Disamping Gus Dur, sepengetahuan Kyai Gus Mus, memang tak pernah mempunyai dompet.Jenderal Purnawirawan TNI Luhut Binsar Pandjaitan pun punya kisah serupa. Luhut masih ingat, saat ia masih jadi Duta Besar di Singapura di era Presiden Habibie. Ketika itu, ia mengundang Gus Dur guna jadi penceramah di suatu pertemuan yang dihadiri semua pengusaha. Usai jadi pembicara, ketika pulang, ia ‘menyangoni’ Gus Dur, amplop berisi duit sebagai honor pembicara.
Luhut yakin uang tersebut tak bakal lama di tangan Gus Dur. Sebab ia sudah tidak sedikit mendengar kelaziman Gus Dur, mudah memberikan uang untuk siapa juga yang meminta pertolongan kepadanya. Benar saja, ketika amplop tersebut diberikan, Gus Dur langsung menyerahkan ke orang yang menyertainya. “Jadi Gus Dur tersebut tak pernah pegang uang,” kata Luhut, saat mengisahkan mendiang Gus Dur di suatu acara mengenang wafatnya cucu pendiri NU itu, di Jakarta.
Begitulah, sekelumit cerita menarik mengenai Gus Dur, kyai yang jago membanyol tersebut. Kyai multalenta yang pernah dipunyai negeri ini. Kyai kesatu yang jadi Presiden RI. Kyai, yang kerap dinamakan sebagai bapak demokrasi Indonesia, sebab komitmennya yang tinggi terhadap proses demokrasi di Tanah Air. Kini, kyai hebat tersebut telah berpulang. Namun, sekian banyak jejak pemikirannya, serta kisahnya masih berbekas diingatan, terutama untuk mereka yang pernah ‘bergaul’ dekat dengan Gus Dur. Salah satunya mengenai Gus Dur yang seumur hidupnya tidak pernah mempunyai dompet, penyimpan uang.